Oleh : Abdurrohim
Pagi itu, 10 November 1945, kota Surabaya hujan bom, yang dilancarkan tentara Inggris, muntahan peluru dari busung senjata penjajah yang secara mem-babi-buta telah menelan banyak penduduk. Keadaan tersebut berlangsung kurang lebih sebulan.
Latar belakang terjadinya pertempuran pada 10 november yang menewaskan 6.000 pejuang masyarakat Indonesia, dan 200.000 lebih mengungsi meninggalkan Surabaya ini juga bukanlah tanpa sejarah panjang sebelumnya. Walaupun pada tanggal 29 Oktober 1945, sempat terjadi kesepakatan genjatan senjata antara pihak Indonesia dan pihak tentara, namun pertempuran masih kerap kali terjadi. Dan pertempuran semakin memuncak dengan tewasnya Brigadir Jenderal Mallaby, (pimpinan tentara Inggris untuk Jawa Timur) pada 30 Oktober. Kemudian jabatannya digantikan Mayor Jenderal Eric Carden Robert Mansergh, dan dia mengeluarkan ultimatum 10 November 1945 yang berisi, meminta pihak Indonesia menyerahkan persenjataan dan menghentikan perlawanan pada tentara AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) dan administrasi NICA (Netherlands Indies Civil Administration).
Namun ultimatum itu dianggap penghinaan bagi martabat Bangsa Indonesia yang sebelumnya telah merdeka. Sehingga terjadilah pertempuran sengit, antara rakyat Indonesia (surabya). Dimuali dari tentara Inggri yang mengerahkan 30.000 infanteri, sejumlah pesawat terbang, tank, dan kapal perang.
Awalnya inggris mengira, Indonesia akan ditaklukkan 3 x 24 jam, namun para tokoh masyarakat seperti pelopor muda Bung Tomo yang berpengaruh besar di masyarakat terus menggerakkan semangat perlawanan pemuda-pemuda Surabaya sehingga perlawanan terus berlanjut di tengah serangan skala besar Inggris. Tokoh-tokoh agama yang terdiri dari kalangan ulama serta kyai-kyai pondok Jawa seperti KH. Hasyim Asy'ari, KH. Wahab Hasbullah serta kyai-kyai pesantren lainnya juga mengerahkan santri-santri mereka dan masyarakat sipil sebagai milisi perlawanan (pada waktu itu masyarakat tidak begitu patuh kepada pemerintahan tetapi mereka lebih patuh dan taat kepada para kyai) shingga perlawanan pihak Indonesia berlangsung lama, dari hari ke hari, hingga dari minggu ke minggu lainnya. Perlawanan rakyat yang pada awalnya dilakukan secara spontan dan tidak terkoordinasi, makin hari makin teratur. Pertempuran skala besar ini mencapai waktu sampai tiga minggu, sebelum seluruh kota Surabaya akhirnya jatuh di tangan pihak Inggris.sdengan yang tewasingkatnya, pertempuran antara rakyat sipil dan para tentara inggris adalah bagian dari sejarah panjang kemerdekaan Republik Indonesia.Latar belakang terjadinya pertempuran pada 10 november yang menewaskan 6.000 pejuang masyarakat Indonesia, dan 200.000 lebih mengungsi meninggalkan Surabaya ini juga bukanlah tanpa sejarah panjang sebelumnya. Walaupun pada tanggal 29 Oktober 1945, sempat terjadi kesepakatan genjatan senjata antara pihak Indonesia dan pihak tentara, namun pertempuran masih kerap kali terjadi. Dan pertempuran semakin memuncak dengan tewasnya Brigadir Jenderal Mallaby, (pimpinan tentara Inggris untuk Jawa Timur) pada 30 Oktober. Kemudian jabatannya digantikan Mayor Jenderal Eric Carden Robert Mansergh, dan dia mengeluarkan ultimatum 10 November 1945 yang berisi, meminta pihak Indonesia menyerahkan persenjataan dan menghentikan perlawanan pada tentara AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) dan administrasi NICA (Netherlands Indies Civil Administration).
Namun ultimatum itu dianggap penghinaan bagi martabat Bangsa Indonesia yang sebelumnya telah merdeka. Sehingga terjadilah pertempuran sengit, antara rakyat Indonesia (surabya). Dimuali dari tentara Inggri yang mengerahkan 30.000 infanteri, sejumlah pesawat terbang, tank, dan kapal perang.
Teringat dengan konsep generasi yang dilontarkan Ibnu Khaldun dalam muqaddimahnya, ia mengklasifikasi sejarah sebuah bangsa menjadi empat tahapan generasi :
1. Generasi Perintisan
2. Generasi Meneruskan
3. Generasi Penikmat
4. Generasi Penghancur
Walaupun konsep sejarah yang dilontarkan Ibnu Khaldun ini menuai banyak pro dan kontra, namun konsep tersebut lahir bukanlah dengan tanpa penelitian. Rotasi sirkulasi yang berkesinambungan tersebut ternyata memang bisa kita aplikasikan sebagi sebuah tori bagi hamper seluruh sejarah kehidupan manusia.
Jika peristiwa 10 november 1945, bisa kita kategorikan sebagai generasi penerus dari proklamasi kemerdekaan 1945, yang menjadi pertanyaan mendasar adalah, generasi 2010 masih masuk kategori generasi penerus? Penikmat? Ataukah generasi penghancur?
Maka sebagai sebuah refleksi, peringatan hari pahlawan ini, akan lebih bermakna jika dibarengi dengan kesadaran seluruh element masyarakat akan jerih payah dan jasa para pahlawan. Dengan mensyukuri, anugerah kemerdekaan ini, dengan cara menebar kebaikan dan merefleksikan kepada hal yang bermanfaat. Teringat sebuah ungkapan “bangsa yang besar adalah bangsa yang bisa menghargai jasa para pejuangnya”, maka kembali muncul sebuah pertanyaan, apakah kita adalah generasi yang sudah menghargai jasa para pahlawan bangsa? Maka jawabannya anda sendiri yang bisa menjawab. Semoga bermanfaat.
0 komentar:
Posting Komentar
silahkan komentar..... tapi tetap dengan sopan