Oleh; Abdurrohim
Masa Khulafaur Rasyidin |
A. PENDAHULUAN
Pendidikan, sebagai sebuah proses pengembangan potensi manusia dalam segala
aspeknya[1],
Sehingga Pendidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari hidup dan
kehidupan manusia[2].
Hubungan dua variable, antara manusia dengan pendidikan diawali sebuah
pertanyaan yang mendasar: “apakah manusia dapat dididik?”. Ataukah manusia
dapat tumbuh dan berkembang sendiri tanpa melalui pendidikan? Lantas bagaimana
cara mendidiknya? Dan seterusnya.
Pertanyaan diatas telah lama menjadi bahan kajian para ahli pendidikan,
bahkan sejak zaman Yunani kuno. Pendapat yang umum dikenal dalam pendidikan
barat mengenai mungkin dan tidaknya manusia dididik, sehingga melahirkan tiga
aliran filsafat pendidikan; nativisme, empirisme dan konvergensi[3].
Ketika membahas tentang pendidikan tentunya tidak terlepas dari
komponen-komponen penting yang saling berkaitan. Mulai dari landasan dan tujuan
pendidikan, Pendidik dan peserta pendidik, kurikulum, metode dan strategi yang
digunakan diharuskan memiliki kriteria
yang jelas, agar arah dari pendidikan tersebut jelas dan bisa
dievaluasi. Dengan pendidikan
diharapkan dapat menghasilkan manusia yang berkualitas dan bertanggung jawab
serta mampu mengantisipasi masa depan.[4]
Terlepas dari paradigma pendidikan itu sendiri, pada masa Nabi, Negara
Islam meliputi seluruh jazirah Arab dan pendidikan Islam berpusat di Madinah,
setelah Rasulullah wafat kekuasaan pemerintahan Islam dipegang oleh
Khulafaurrasyidin dan wilayah Islam telah meluas di luar jazirah Arab. Para
khalifah ini bukan hanya memperhatikan aspek pendidikan, namun juga syiar agama
dengan perluasan ekspansi militer, demi kokohnya Negara Islam.
B. PEMBAHASAN
a)
Sosial Masyarakat
Masa kepemimpinan Abu Bakar terhitung sangat
singkat, hanya dua tahun. Masa sesingkat itu habis untuk menyelesaikan
persoalan dalam negeri terutama yang ditimbulkan oleh suku-suku bangsa arab
yang tidak mau tunduk lagi kepada pemerintah di kota madinah. Mereka
menganggap, bahwa perjanjian yang dibuat dengan Nabi Muhammad dengan sendirinya
batal setelah Nabi wafat. Oleh karena itu, mereka menentang pemerintahan Abu
Bakar. Dikarenakan sikap keras kepala dan penentangan mereka yang dapat
membahayakan agama dan pemerintahan, Abu Bakar menyelesaikan persoalan ini
dengan apa yang disebut perang Riddah (perang melawan kemurtadan)[6].
b) Pola Pendidikan
Dilihat dari sosial masyarakat yang pada saat
itu tidak semua berpihak pada pemerintahan, dengan alasan diatas, Abu Bakar fokus
untuk menangani pemberontakan orang-orang murtad, pengaku nabi dan pembangkan
zakat. Hal ini menyebabkan pendidikan dimasa ini tidak banyak mengalami
perubahan sejak masa Rasulullah saw. Yakni berkisar pada materi pendidikan
seputar tauhid, akhlak, ibadah, kesehatan[7].
1) Pendidikan keimanan (Tauhid) yaitu menanamkan bahwa satu-satunya yang wajib
disembah adalah Allah.
2) Pendidikan akhlak, seperti adab masuk rumah orang lain, sopan santun
bertetangga, bergaul dalam masyarakat dan lain sebagainya.
3) Pendidikan ibadah, seperti pelaksanaan sholat, puasa dan haji .
4) Kesehatan, seperti kebersihan, gerak gerik dalam shalat merupakan didikan
untuk memperkuat jasmani dan rohani[8]
Mengenai bentuk lembaga pendidikan pada masa
ini, Ahmad Syalabi menegaskan lembaga untuk belajar membaca dan menulis pada
saat itu disebut dengan Kuttab[9].
Disamping itu masjid juga berfungsi sebagai tempat belajar, ibadah, dan
musyawarah. Khusus Kuttab, merupakan pendidikan yang di bentuk setelah
masjid. Selanjutnya Asama Hasan Fahmi
mengatakan bahwa kuttab didirikan oleh orang-orang arab pada masa Abu Bakar.
Sedangkan pusat pembelajaran pada masa ini adalah kota Madinah, dan yang
bertindak sebagai tenaga pendidik adalah para sahabat Rasulullah saw. yang
terdekat[10].
1)
Sosial Masyarakat
Sebelum Abu Bakar wafat, beliau telah
menyaksikan persoalan yang timbul di kalangan kaum muslimin sejak Rasul wafat,
berdasarkan hal inilah Abu Bakar menunjuk penggantinya yaitu Umar bin Khattab,
yang tujuannya adalah untuk mencegah supaya tidak terjadi perselisihan dan
perpecahan di kalangan umat Islam. Kebijakan Abu Bakar tersebut ternyata
diterima masyarakat[12].
Masa pemerintahan Umar bin Khatthab sekitar 10
tahun ini, mengalami perluasan wilayah kekuasaan. Yang mana Madinah sebagai
pusat pemerintahan. Dengan meluasnya wilayah Islam mengakibatkan meluas pula
kehidupan dalam segala bidang. Untuk memenuhi kebutuhan ini diperlukan manusia
yang memiliki ketrampilan dan keahlian, sehingga dalam hal ini diperlukan pendidikan.
Pada masa khalifah Umar bin Khattab,
sahabat-sahabat yang sangat berpengaruh
tidak diperlukan untuk keluar daerah kecuali atas izin dari khalifah dan
dalam waktu yang terbatas. Jadi, kalau ada diantara umat Islam yang ingin
belajar harus pergi ke Madinah, ini berarti bahwa penyebaran ilmu dan
pengetahuan para sahabat dan tempat pendidikan terpusat di Madinah[13]
2) Pola Pendidikan
Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, pendidikan
juga tidak jauh berbeda dengan masa sebelumnya, Pola penddidikan dimasa ini
mengalami perkembangan. Khalifah saat itu sering mengadakan penyuluhan
(pendidikan) di kota madinah. Beliau juga menerapkan pendidikan di
masjid-masjid dan mengangkat guru dari sahabat-sahabat untuk tiap-tiap daerah
yang ditaklukkan. Mereka bukan hanya bertugas mengajarkan al-Quran, akan tetapi
juga dibidang fiqih. Adapun tenaga pengajar sebagian besar adalah para sahabat
yang senior, antara lain Abdurrahman bin Ma’qal dan Imran bin al-Hasyim (di
Bashrah), Abdurrahman bin Ghanam (di Syiria), Hasan bin Abi Jabalah (di Mesir)[14].
Adapun mata pelajaran yang diberikan meliputi membaca dan menulis al-Qur’an dan
menghafalkannya serta belajar pokok-pokok agama Islam. Namun Pendidikan pada
masa Umar bin Khattab lebih maju daripada dengan sebelumnya. Pada masa ini tuntutan
untuk belajar bahasa Arab juga sudah mulai nampak, orang yang baru masuk Islam
dari daerah yang ditaklukan harus belajar dan memahami pengetahuan Islam. Oleh
karena itu, pada masa ini sudah terdapat pengajaran bahasa Arab.
Berdasarkan hal di atas, pelaksanaan
pendidikan di masa khalifah Umar bin khattab lebih maju, sebab selama Umar
memerintah Negara berada dalam keadaan stabil dan aman, ini disebabkan di
samping telah diterapkannya masjid sebagai pusat pendidikan, juga telah
terbentuknya pusat-pusat pendidikan Islam di berbagai kota dengan materi yang
dikembangkan, baik dari ilmu bahasa, menulis, dan pokok ilmu–ilmu lainnya.
Pendidikan dikelola di bawah pengaturan gubernur yang berkuasa saat itu, serta
diiringi kemajuan di berbagai bidang, seperti jawatan pos, kepolisian,
baitulmal, dan sebagainya. Adapun sumber gaji para pendidik pada waktu itu
diambilkan dari daerah yang ditaklukan dan dari baitulmal[15].
a)
Sosial Masyarakat
Masa pemerintahan Utsman yang berlangung
kurang lebih 11 tahun, masa yang lumayan lama ini stabilitas politik mulai
memanas, hal ini disebabkan terjadinya fitnah dikalangan masyarakat. Salah satunya
terdapat beberapa wilayah yang hendak melepaskan diri dari pemerintahan Ustman
bin Affan, yang disebabkan dendam lama sebelum ditaklukkan Islam. Daerah
tersebut adalah Khurasan dan Iskandariah[17].
Selain itu ada dua hal yang menyebabkan rasa kebencian kepada khalifah semakin
memuncak, yaitu kelemahan Utsman dan sikap Nepotisme. Utsman memang memiliki
perangai yang berbeda dengan khalifah sebelumnya. Jika umar dengan ketegasannya
menimbulkan wibawa dan disegani oleh masyarakat, berbeda dengan Utsman yang
bersikap lemah lembut. Sedangkan sikap nepotismenya diwujudkan dalam bentuk
pemerintahan. Pasalnya, pada masa ini banyak gubernur-gubernur yang dilepas
jabatannya, dan digantikan dengan kerabatnya sendiri. Antara lain Mughirah bin
Syu’bah gubernur Kufah digantikan Sa’ad bin Abi Waqqash, Abu Musa al-‘Asy’ari
gubernur Bashrah digantikan Abdullah bin ‘Amir bin Kariz, ‘Amr bin ‘Ash
gubernur Mesir digantikan abdullah bin Sa’d bin Abi Sarah[18].
Saif bin Umar mengatakan, bahwa sebab terjadinya
pemberontakan beberapa kelompok menentang pemerintah adalah disebabkan seorang
yahudi bernama Abdullah bin Saba’ yang berpura-pura masuk Islam dan pergi
kedaerah Mesir untuk menyebarkan idenya tersebut dibeberapa kalangan
masyarakat. Maka mulailah masyarakat mengingkari kepemimpinan Ustman Bin Affan
serta mencelanya[19].
b) Pola Pendidikan
Pola tidak jauh berbeda dengan pola pendidikan
yang diterapkan pada masa Umar. Hanya saja pada periode ini, para sahabat yang
asalnya dilarang untuk keluar dari kota madinah kecuali mendapatkan izin dari
khalifah, mereka diperkenankan untuk
keluar dan mentap di daerah-daerah yang mereka sukai. Dengan kebijakan ini,
maka orang yang menuntut ilmu (para peserta didik) tidak merasa kesulitan untuk
belajar ke Madinah[20].
Khalifah Utsman bin Affan sudah merasa cukup
dengan pendidikan yang sudah berjalan, namun begitu ada satu usaha yang
cemerlang yang telah terjadi di masa ini yang disumbangkan untuk umat Islam,
dan sangat berpengaruh luar biasa bagi pendidikan Islam, yaitu untuk
mengumpulkan tulisan ayat-ayat al-Qur’an[21].
Penyalinan ini terjadi karena perselisiahn dalam bacaan al-Qur’an. Berdasarkan
hal tersebut, khalifah Usman memerintahkan kepada tim yang dimpimpin Zaid bin
Tsabit, Abdullah bin Zubair, Zaid bin Ash, dan Abdurrahman bin Harist.
Bila terjadi pertikaian bacaan, maka harus
diambil pedoman kepada dialek suku Quraisy, sebab al-Qur’an ini diturunkan
dengan lisan Quraisy. Zaid bin Tsabit bukan orang Quraisy, sedangkan ketiganya
adalah orang Quraisy.
Tugas mendidik dan mengajar umat pada masa Utsman
bin Affan diserahkan pada umat itu sendiri, artinya pemerintah tidak mengangkat
guru-guru, dengan demikian para pendidik sendiri melaksanakan tugasnya hanya
dengan mengharap keridhaan Allah.
a)
Sosial Masyarakat
Beberapa hari setelah pembunuhan Ustman bin
Affan, stabilitas keamanan kota madinah menjadi rawan. Gafqy bin Harb memegang
keamanan ibukota Islam itu selama kira-kira lima hari sampai terpilihnya khalifah
yang baru. Kemudian Ali bin Abi Thalib tampil menggantikan Ustman bin Affan,
dengan menerima baiat dari sejumlah kaum muslimin[23].
Pada masa pemerintahan Ali yang hanya sekitar enam tahun itu,
terjadi kekacauan politik dan pemberontakan, salah satunya disebabkan kebijakan
khalifah yang memecat gubernur-gubernur yang diangkat oleh khalifah sebelumnya
(Ustman bin Affan). Seperti Ibnu Amir Gubernur Bashrah Ustman bin Hanif,
Abdullah Gubernur Mesir diganti Qais bin Sa’ad, tak terkecuali Mu’awiyah bin
Abi Sufyan Gubernur Damaskus, diminta untuk meletakkan jabatannya, namun
menolak dan bahkan tidak mau mengakui kekhalifahan Ali bin Abi Thalib[24].
Selain itu, beliau juga mengeluarkan kebijakan
baru dengan menarik hasil tanah yang sebelumnya telah hadiahkan oleh utsman
kepada penduduk[25].
Tidak lama setelah itu, terjadi kesalah-pahaman diantara Ali bin Abi Thalib
dengan Aisyah binti Abu Bakar, Thalhah dan Zubair. Mereka berselisih mengenai
penyelesaian kasus pembunuhan Ustman bin Affan[26]. Hal
ini mengakitbatkan pergolakan politik hingga terjadinya peperangan yang dikenal
dengan peran Jamal yang dimenangi dari kubu Ali bin Abi Thalib. Selain itu, pada masa ini terjadi perang shiffin.
Yaitu peperangan antara Ali bin Abi Thalib dengan Mu’awiyah bin Abi Sufwan,
gubernur Damaskus. Yang berakhir dengan Tahkim sebagai akibat timbulnya
golongan pembenci Ali bin Abi Thalib yang dikenal dengan Khawarij[27].
b) Pola Pendidikan
Masa enam tahun dengan situasi pemerintahan
yang tidak stabil ini, dapat disimpulkan bahwa pendidikan pada masa ini mendapat
hambatan, dikarenakan khalifah sendiri tidak
sempat untuk memikirkannya. Dan itu berarti pola pendidikannya tidak jauh
berbeda dengan masa-masa sebelumnya[28]
C. PUSAT DAN SISTEM PENDIDIKAN
Secara umum pusat Pendidikan Islam pada Masa Khulafau Rasyidin terbagi
dibeberapa wliayah antara lain :
1. Mekkah. Guru pertama di Makkah adalah Muadz bin Jabal yang mengajarkan
Al-Qur’an dan Hadist.
2. Madinah. Sahabat yang terkenal antara lain: Abu bakar, Usman bin Affan, Ali
bin Abi Thalib, dan sahabat-sahabat lainnya.
3. Bashrah. Sahabat yang termasyhur antara lain: Abu Musa al-Asy’ari, dia
adalah seorang ahli fikih dan al-Qur’an.
4. Kuffah. Sahabat-sahabat yang termasyhur adalah Ali bin Abi Thalib dan
Abdullah bin Mas’ud, Abdullah bin Mas’ud mengjarkan Al-Qur’an, tafsir, hadist,
dan fikih.
5. Damsyik (Syam). Setelah Syam menjadi bagian Negara Islam dan penduduknya
banyak beragama Islam. Maka khalifah Umar mengirim tiga orang guru ke negara
itu. Yang dikirin adalah Muaz bin Jabal, Ubaidah, dan Abu Darda’. Ketiga
sahabat itu mengajar di Syam pada tempat yang berbeda. Abu Darda’ di Damsyik,
Muaz bin Jabal di Palestina, Ubaidah di Hims.
6. Mesir. Sahabat yang mula-mula mendirikan madrasah dan menjadi guru di Mesir
adalah Abdullah bin Amru bin Ash, ia adalah seorang ahli hadist[29].
Sedangkan Sistem pendidikan Islam secara umum pada masa khulafaurrasyidin
dilakukan secara mandiri, tidak dikelola oleh pemerintah, kecuali pada masa
khalifah Umar bin Khattab yang turut campur dalam menambahkan materi kurikulum
pada lembaga kuttab. Materi pendidikan Islam yang diajarkan pada masa khalifah
al-Rasyidin sebelum masa Umar bin Khattab, untuk pendidikan dasar[30] :
1. Membaca dan menulis.
2. Membaca dan menghafal al-Qur’an.
3. Pokok-pokok agama Islam, seperti cara wudhu, shalat, shaum dan sebagainya.
Ketika Umar bin Khattab diangkat menjadi khalifah, ia menginstruksikan
kepada penduduk kota agar anak-anak diajari :
1. Berenang.
2. Mengendarai unta.
3. Memanah.
4. Membaca dan menghapal syair-syair yang mudah dan peribahasa.
Sedangkan materi pendidikan pada tingkat menengah dan tinggi terdiri dari :
1. Al-qur’an dan tafsirnya.
2. Hadits dan pengumpulannya.
3. Fiqh (tasyri’).
Pusat dan sistem pendidikan ini terus berlanjut sampai pada khalifah
terakhir Ali bin Abi Thalib.
D. KESIMPULAN
Dari paparan diatas, peneliti mendapatkan beberapa point tentang sosial
masyarakat serta pendidikan pada masa khulafaur Rasyidun sebagai berikut:
1. Sosial Masyarakat pada masa keempat khalifah berbeda-beda. Pada masa Abu
Bakar, beberapa wilayah ingin melepaskan diri dari pemerintahan, dengan
anggapan keterikatan dengan islam sudah lepas dengan wafatnya Rasulullah. Hal ini diwujudkan, dengan munculnya kaum
murtad dengan mengikuti para nabi palsu, dan timbulnya pembangkan zakat secara
massal. Adapun pola pendidikan dan materi yang diajarkan tidak jauh berbeda
dengan masa Rasulullah, hanya saja lembaga pendidikan kuttab sudah mulai
menyebar dengan penyebaran dakwah Islam itu sendiri. Hal ini berlanjut pada
masa Umar bin Khatthab.
2. Pada Khalifah kedua, memang pendidikan lebih maju dikarenakan kondisi
politik dan masyarakat relatif stabil. Namun dalm bidang pendidikan terdapat
kebijakan dengan melarang pembesar sahabat keluar dari madinah dengan alasan
stabilitas pemerintahan. Sehingga banyak orang dari luar yang berdatangan
menuntut Ilmu kemadinah, materi bahasa
arab paa masa ini semakin diminati. Dan mengirimkan beberapa sahabat lain untuk
menjadi gubernur, sekaligus sebagai tokoh agama.
3. Sikap lemah dan nepotisme yang dimiliki khalifah Utsman nampaknya menjadi
salah satu sebab munculnya pemberontakan dibeberapa wilayah, sehingga pada masa ini situasi politik
semakin memanas yang berakhir dengan terbunuhnya khalifah. Pola penidikan pada
masa ini tidak jauh berbeda dengan masa sebelumnya, namun kran pendidikan
dibuka secara lebar, sehingga para sahabat senior tidak hanya menetap dimadinah
namun juga bebas keluar madinah untuk mengajar. Selain itu kodifikasi mushaf
yang diketuai oleh Zain bin Tsabit merupakan ide agung sebagai sumbangsih untuk
umat Islam sampai saat ini.
4. Krisis kepercayaan kepada khalifah Ali bin Abi Thalib dengan berbagai pemberontakan dibeberapa
wilayah, nampaknya menjadi sebab stagnannya pendidikan pada masa enam tahun kepemimpinannya.
Munculnya khawarij salah satu bukti terjadinya fanatisme yang berlebihan yang
menyebabkan perpecahan dikalangan umat Islam.
E. DAFTAR PUSTAKA
al-Daim, Abdullah Abdu “al-Tarbiyah
‘Abra al-Tarikh Min al-‘Ushur al-Qadimah Ila Awail al-Qarn al-‘Isyrin” Cet.
V. 1973 (Bairut; Darul al-Ilm Li al-Malayin)
al-Maghluts, Sami Abdullah bin Ahmad. “Athlasu
al-Khalifah Abu Bakar al-Shiddiq”2004 (Riyadh; Maktabah al-‘Abikan)
_______________________________. “Athlasu
al-Khalifah Umar bin Khatthab”Cet. I. 2005 (Riyadh; Maktabah al-‘Abikan)
_______________________________. “Athlasu
al-Khalifah Ustman bin ‘Affan”Cet. I. 2006 (Riyadh; Maktabah al-‘Abikan)
_______________________________. “Athlasu
al-Khalifah Ali bin Abi Thalib”Cet. I. 2007 (Riyadh; Maktabah al-‘Abikan)
Amin, Samsul Munir. “Sejarah Peradaban
Islam” 2009 (Jakarta; Amzah)
Fatoni, Sulthan. “Peradaban Islam; disain awal
peradaban, konsolidasi teologi konstruk pemikiran dan pencarian madrasah”
cet.III. 2011 (jakarta; eLSAS)
Jalaluddin, “Teologi Pendidikan”. 2003
(Jakarta; RajaGrafindo Persada)
Katsir, Al-Hafidz Ibnu. “Perjalanan Hidup
Empat Khalifah Rasul Yang Agung” Penj. Abu Ishan al-Atsari. 2002 (Jakarta;
Darul Haq)
Nizar, Syamsul. “Sejarah Pendidikan Islam”
2008 (Jakarta; Prenada Media)
Supardi, Sukarno & Ahmad, “Sejarah dan
Filsafat Islam”, 1983(Bandung; Angkasa)
Syakir, Mahmud. “al-Tarikh al-Islamy;
al-Khulafau al-Rasyidun” Vol. III. 2000 (Bairut; al-Maktab al-Islami)
Syalabi, A.“Sejarah Kebudayaan Islam 1” Penj. Mukhtar Yahya. 2003 (jakarta; Pustaka
Al Husna Baru)
Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam .1997 (Surabaya: Abditama)
Yasin, Fatah. “Dimensi-dimensi Pendidikan
Islam” 2008 (Malang; UIN Press)
Yatim, Badri. “Sejarah Peradaban Islam” 2008
(Jakarta; Rajagrafindo Persada)
Yunus, Mahmud. “Sejarah Pendidikan Islam”
1989 (Jakkarta :Hidayakarya Agung)
http://astriyaniwinda.blogspot.com/2012/12/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html
[5] Nama
aslinya Abdullah bin Abi Quhafah bin ‘Amir bin ‘Amr bin Ka’ab bin Sa’d bin Tiym
bin Murroh, lahir dua tahun setelah Rasulullah saw. lihat; Sami Abdullah bin
Ahmad al-Maghluts “Athlasu al-Khalifah Abu Bakar al-Shiddiq”2004 (Riyadh;
Maktabah al-‘Abikan).17
[7] Syamsul
Nizar. “Sejarah Pendidikan Islam” 2008 (Jakarta; Prenada Media) 45
[8] Mahmud
Yunus, “Sejarah Pendidikan Islam” 1989 (Jakkarta :Hidayakarya Agung) 18
[9] Kuttab berarti
menurut bahasa adalah bentuk jama’ dari kata katib yang berarti orang yang
menulis. Namun kata ini direduksi menjadi sebuah istilah bagi lembaga
pendidikan yang sebenarnya sudah ada sejak sebelum Islam, namun masih terbilang
minim. Pada masa awal Islam, Kuttab sebenarnya terbagi menjadi dua, 1)kuttab
khusus, yaitu lembaga pendidikan membaca dan menulis, yang berada dirumah para
pengajar. 2) kuttab umum, yaitu lembaga pendidikan al-Quran yang berada di
masjid-masjid Lihat Abdullah Abdu al-Daim “al-Tarbiyah ‘Abra al-Tarikh Min
al-‘Ushur al-Qadimah Ila Awail al-Qarn al-‘Isyrin” Cet. V. 1973 (Bairut; Darul
al-Ilm Li al-Malayin) 146
[10]
http://asfahanialshafy.blogdetik.com/2011/10/04/pola-pendidikan-islam-pada-periode-khulafaur-rasyidin/
[11] Nama
aslinya Umar bin al-Khatthab bin Nufail bin Abdil ‘Uzza bin Rabah bin Abdullah.
lihat; Sami Abdullah bin Ahmad al-Maghluts “Athlasu al-Khalifah Umar bin
Khatthab”Cet. I. 2005 (Riyadh; Maktabah al-‘Abikan).16
[12] Badri
Yatim, M.A “Sejarah Peradaban ....Op.Cit. 37
[14] Syamsul
Nizar. “Sejarah Pendidikan ...... Op.Cit. 47
[15]
http://itarizki.blogspot.com/2011/04/pendidikan-masa-khulafaur-rasyidin.html
((diakses pada Selasa: 19/03/2013. jam 10:19)
[16] Nama
aslinya Utsman bin ‘Affan bin Abi al-‘Ash bin Umayyah bin Abdu al-Syams“ lihat;
Sami Abdullah bin Ahmad al-Maghluts “Athlasu al-Khalifah Ustman bin ‘Affan”Cet.
I. 2006 (Riyadh; Maktabah al-‘Abikan).13
[17] A. Syalabi “Sejarah Kebudayaan Islam 1” Penj. Mukhtar Yahya. 2003 (jakarta; Pustaka
Al Husna Baru) 231
[18] Mahmud
Syakir, “al-Tarikh al-Islamy; al-Khulafau al-Rasyidun” Vol. III. 2000 (Bairut;
al-Maktab al-Islami) 233
[19] Al-Hafidz Ibnu Katsir “Perjalanan Hidup Empat
Khalifah Rasul Yang Agung” Penj. Abu Ishan al-Atsari. 2002 (Jakarta; Darul Haq)
349
[22] Nama
aslinya Ali bin Abi Thalib (Abdu
al-Manaf) bin Abdul Mutthallib. Lihat;
Sami Abdullah bin Ahmad al-Maghluts “Athlasu al-Khalifah Ustman bin
‘Affan”Cet. I. 2007 (Riyadh; Maktabah al-‘Abikan).15
[27] Terjadinya
tahkim, disebabkan adanya beberapa sahabat dikubu Ali bin Abi Thalib yang
berselisih. Sebagian besar sahabat Ali menerima tawaran Mu’awiyah untuk damai,
namun sebagian kecil diantara mereka menolak, mereka antara lain Asy’ari bin
Qais al-Kindi, Mas’ud al-Fadaki al-Tamimi dan Zain bin Hasan al-Thai. Kelompok
Khawarij ini sempat ditumpas oleh Ali dalam pertempuran yang dikenal dengan
perang Nahrawan, namun sebagian khwarij dapat meloloskan diri, antara lain
Abdurrahman bin Muljim yang kemudian dalam sebuah kesempatan membunuh Ali bin
Abi Thalib. Kelompok yang memiliki selogan Anna al-Hukma Lillah ini
dipimpin Abdullah bin Kiwa’, Abdullah bin Wahhab al-Rasibi, Hurquz bin Zuhri
al-Bajili. Lihat Sulthan Fatoni “Peradaban Islam; disain awal peradaban, konsolidasi
teologi konstruk pemikiran dan pencarian madrasah” cet.III. 2011 (jakarta; eLSAS) 31
[29]
http://elangjawa-hidup.blogspot.com/2010/12/makalah-spi-pengembangan-pendidikan.html (diakses
pada Rabu: 20/03/2013. jam 14:15)
[30]
http://astriyaniwinda.blogspot.com/2012/12/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html
(diakses pada Rabu: 20/03/2013. jam 15:20)
0 komentar:
Posting Komentar
silahkan komentar..... tapi tetap dengan sopan