Nama : Abu Abdul Mu’thi Muhammad Nawawi Bin Umar Bin Arabi bin Nawawi al-Jawi al-BantaniLahir : 1814 M/ 1230 H, di Ds. Tanara, Kec. Tirtayasa, Kab. Serang Banten Utara.
Istri : Nasimah, dan Hamdanah
Anak : Maryam, Nafisah, Ruqayyah, Zuhra’, Abdul Mu’thi
Gelar : Sayyid Ulama Hijaz (Pemimpin Tokoh Hijaz)
Wafat : 25 Syawwal 1314 H/ 1897 M. (Umur 84 tahun) Ma’la, kampung Syi’ib Ali Mekah, Saudi Arabia.
Syaikh Nawawi al-Bantani |
Pada abad ke-16, di Banten terjadi perebutan kekuasaan pada masa pemerintahan Sultan Agung tirtayasa yang dilakukan oleh putra mahkota sendiri Sultan Haji (Sultan Abdul Qahhar), kesultanan sudah memperlihatkan kemundurannya. Hal ini disebabkan hubungan erat antara Sultan Haji dan Kompeni demi menggulingkan kekuasaan ayahnya.
Kesultanan Banten yang didirikan oleh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati), akhirnya benar-benar redup dan digantikan dengan kekuasaan kolonial Belanda. Pada masa inilah Muhammad Nawawi dilahirkan, tepatnya masa Kesultanan Banten ke-21 (kesultanan yang terakhir) yang bernama Muhammad Rafi’uddin (1813-1830 M)
Syaikh Nawawi dilahirkan sebagai anak pertama dari pasangan KH. Umar dan Nyai Zubaidah. Dari tujuh saudaranya yaitu :
Syaikh Nawawi dilahirkan sebagai anak pertama dari pasangan KH. Umar dan Nyai Zubaidah. Dari tujuh saudaranya yaitu :
1. Muhammad Nawawi
2. Ahmad`Syihabuddin
3. Tamim
4. Said
5. Abdullah
6. Syakillah
7. Syahriyah
Syaikh Nawawi tumbuh dewasa dalam keluarga yang agamis (kental dengan agama). Ayahnya, KH. Umar adalah seorang tokoh agama dan pengasuh pesantren di desa Tanara, keturunan Sultan pertama Banten, Maulana Hasanuddin Panembahan Surosowan. Sedangkan Ibunya, Nyai Zubaidah adalah wanita sholihah keturunan para bangsawan banten dan Sunan Gunung Jati.
Perjalanan Pendidikan Nawawi, sudah dimulai sejak kecil (berumur 5 tahun), mula2 ia di bimbing langsung oleh ayahandanya KH. Umar, untuk pelajaran-pelajran agama dasar. Namun itu tak berlangsung lama, hanya tiga tahun. Kemudia dia bersama dua saudaranya, Tamim dan Ahmad, belajar kepada Haji Sahal, seorang Ulama Banten yang sangat terkenal pada saat itu.
Diceritakan, sebelum ia menuntut ilmu, terlebih dahulu ia meminta doa dan izin kepada ibunya Nyai. Zubaidah. Ibunya pun dengan ikhlas melepas anaknya untuk menuntut ilmu dengan pesan
Diceritakan, sebelum ia menuntut ilmu, terlebih dahulu ia meminta doa dan izin kepada ibunya Nyai. Zubaidah. Ibunya pun dengan ikhlas melepas anaknya untuk menuntut ilmu dengan pesan
“Ku doakan dan kurestui kepergianmu untuk menuntut Ilmu, dengan syarat : kau tidak boleh pulang sebelum kelapa yang ku tanam ini berbuah”
Dengan bekal doa dan pesan dari Ibu nya, Nawawi dan dua saudaranya berngakat menuntut Ilmu dipesantren Haji yusuf, kemudian ke daerah cikampek (jawa barat), untuk mendalami Lughat (Bahasa Arab). Setelah 6 tahun berkelana mencari Ilmu, Nawawi dan dua saudaranya pulang ke kampung halamannya.
Pesantren Rintisan KH. Umar (ayah Nawawi), setelah KH. Umar wafat, kepengasuhan digantikan oleh Syaikh Nawawi, dan tampak semakin ramai dengan banyaknya santri yang belajar Ilmu agama. Namun hal itu hanya berlangsung 2 tahun, karena nawawi melanjutkan perjalanan pendidikannya ke Mekkah.
Walaupun sempat pulang kekampung halamannya, Syaikh Nawawi kembali ke Mekkah, dengan beberapa alasan, antara lain :, menunaikan ibadah haji (untuk kesekian kalinya), menuntut Ilmu, dikarenakan kondisi tanah air yang tidak aman (terdapat penjajahan).
Walhasil, semangat menuntut Ilmu dan mengarang kitab di mekkah mulai tampak dan namanya mulai melambung, serta karir Syaikh Nawawi sebagai Ulama Jawa (Indonesia) semakin disegani di daerah kelahiran Rasulullah itu.
Walhasil, semangat menuntut Ilmu dan mengarang kitab di mekkah mulai tampak dan namanya mulai melambung, serta karir Syaikh Nawawi sebagai Ulama Jawa (Indonesia) semakin disegani di daerah kelahiran Rasulullah itu.
Di Mekah, Syaikh Nawawi tinggal diperkampungan Syi’ib, yang hanya berjarak 500 meter dari Masjidil Haram, dia belajar kepada beberpa guru dan syaikh yang terkenal waktu itu, antara lain :
1. Syaikh Sayyid Ahmad Al-Nahrowi
2. Syaikh Sayyid Ahmad al-Dimyati
3. Syaikh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan
4. Syaikh Muhammad Khatib al-Hanbali
5. Syaikh Badul Ghani Bima
6. Syaikh Yusuf Sumbulaweni
7. Syaikh Abdul Hamid al-Daghastani
Pada puncak karirnya, Syaikh Nawawi pun menjadi salah satu guru besar yang mengajar di Masjidil Haram, beliau mengajar para santri yang datang dari berbagai negara. Kemasyhuran Syaik Nawawi ini sampai ke negara Syiria, Mesir dan tergolong salah satu Ulama besar abad ke 15 H/ 18 M.
Banyak para santri Syaikh Nawawi yang menjadi tokoh dan Ulama di Indonesia, diantaranya , KH. Kholil Bangkalan (Madura), KH. Hasyim ‘Asyari, KH. ‘Asy’ari Bawean, KH. Nahjun (kampung Gunung Mauk Tanggerang, banten ), KH. Asnawi, (caringin, Labuhan, pandeglang Banten), KH. Ilyas (kampung Teras, Tanjung Tirtayasa, Serang, Banten), KH. Abdul Ghaffar (Kampung Lampung, Tirtayasa, Serang Banten), KH. Tibakugus Bakri (Sempur, Surakarta), KH. Mahfudz Termas, KHR. Asnawi Kudus (Jateng), KH. Wasith (Cilegon, Banten), KH. Tubagus Ismail (Cilegon Banten), KH. Ahmad Dahlan (sleman Yogyakarta), KH. Abdul al-Sattar al-Dahlawi, (Asal Delhi India)
Kedalaman Ilmu Syaikh Nawawi bisa dilihat dari karangannya yang tidak kurang dari 100 kitab, walaupun yang bisa dinikmati masih sedikit (41 kitab). Dalam bidang tafsir, beliau mengarang kitab tafsir “Tafsir al-Munir Li Ma’alim al-Tanzil”, atau dikenal dengan “Marahu al-Labid tafsi al-Nawawi”. Dalam bidang tashawwuf dan akhlaq, bidang fiqih dan teologi. Berikut beberapa karangannya :
1. Al-Simar al-Yaniyat, Syarhu ‘A;a Riyadhil Badi’ah
2. Tanqih al-Qaul al-Hatsits, Syarh ‘Ala Lubab al-Hadits,
3. Al-Tausyikh, Syarh ‘Ala Fathil Qorib al-Mujib,
4. Nur al-Zhalam, Syarh ‘Ala Manzhumah Aqidati al-‘Awam
5. Tafsir al-Munir Li Ma’alim al-Tanzil
6. Madariju al-Su’ud, Syarh ‘Ala Maulid al-Nabawi (Syarah Kitab Barzanji)
7. Fathu al-Majid, Syarh ‘Ala Daru al-farid Fi al-Tauhid
8. Fathu al-Shamaq, Syarh ‘Ala maulid al-Nabawi
9. Nihayah al-Zain ‘Ala Qurrati al-‘Ain bi Muhimmati al-Din
10. Sullam al-Fudhala’, Syarh ‘Ala Manzhumat al-Adzkiya’
11. Maraqi al-‘Ubudiyah, Syarh ‘Ala Bidayati al-Hidayah
12. Sullam al-Munajat, Syarh ‘Ala Safinat al-Shalah
13. Nash’ihu al-‘Ibad, Syarh ‘Ala al-Munbihat al-Isti’dad Li yaumi al-Mi’ad
14. Al-Aqdu al-Samin, Syarh ‘Ala Manzhumat al-Sittin Masalatan al-Musamma bi al-Fathu al-Mubin
15. Bahjatu al-Wasail, Syarh ‘Ala al-Risalah al-Jami’ah Baina Ushuli al-Din, wa al-Fiqh wa al-Tashawwuf
16. Targhibu al-Mustaqin, Syarh ‘Ala manzhumat sayyid al-barzanji Zainal Abidin Fi Maulidi Sayyid al-Awwalin
17. Tinaj al-Durari, Syarh ‘Ala al-‘Alim al-‘Allamah Syaikh Ibrahim al-Bajuri fi al-Tauhid
18. Fathu al-Mujib, Syarh ‘Ala al-Syarbani fi ‘Ilmi al-Manasik
19. Mirqatu al-Shu’ud al-Tashdiq, Syarh ‘Ala Sullam al-Taufiq
20. Kasyifatu al-Saja, Syarh ‘Ala Safinati al-Naja
21. Qami’u al-Tughyan, Syarh ‘Ala Manzhumat Syu’ab al-Iman
22. Al-futuhatu al-Madaniyah, Syarh ‘Ala Syu’abu al-Imaniyah
23. ‘uqudu al-Lujain fi Huquqi baina Zaujaini
24. Fathul Ghafir al-Khatiyyah, Syarh ‘Ala Nazham al-Jurumiyah al-Musamma bi al-kaukab al-Jaliyyah.
25. Qathru al-Ghaits, Syarh ‘Ala Masail Abi Laits
26. Al-Fushushu al-Yaquthiyah, Syarh ‘Ala Raudhati al-Bahiyyahfi Abwabi al-Tashrifiyah
27. Al-riyadhu al-Fauliyah
28. Suluku al-Jaddah, Syarh ‘Ala Risalah alMuhimmah bi lam’ati al-Mufidah fi Bayani al-jum’ati wa al-Mu’addah
29. Al-Nahjah al-jayyidah li Halli Naqawati al-‘Aqidah
30. Hilyatu al-Shibyan ‘Ala Fathi al-Rahman
31. Mishbahu al-Zhalam ‘Ala al-Hikam
32. Dzariyatu al-yaqin ‘Ala Ummi al-Barahin
33. Al-Ibriz al-dani Fi Maulidi Sayyidina Muhammad Sayyidi al-Adnani
34. Bughyatu al-Anam fi Syarhi Maulidi sayyidi al-Anam
35. Al-Durar al-Bahiyah fi syarhi al-Khashaish al-Nabawiyah
36. Kasyfu al-Marutthiyah ‘An Sattai al-Jurumiyah
37. Lubabu al-Bayan
38. Qut al-Habib al-Gharib, Syarh ‘Ala Fathi al-Qarib al-Mujib
39. Syarh al-‘Allahmah al-kabir ‘Ala Manzhumati al-‘Alim al-‘Amil wa Khabir, al-Kamil al-Syaikh Muhammad al-masyhur bi al-Dimyathi al-Lati allafaha fi al-Tawassuli bi al-Asmai al-husna wa bi hadhrati al-nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallama wa bi Ghairihi min Aimmati al-Akhbar wa fi Madhi Ahli Baitihi al-Abrar
40. Fathu al-‘Arifin
41. Syarhu al-Burdah
Sumber rujukan : Sayyid Ulama Hijaz, Biografi syaikh Nawawi al-Bantani, Oleh Syamsul Munir.
7 komentar:
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
salam ukhuwah sahabat, terimakasih sudah berbagi wawasannya tentang kisah Abu Abdul Mu’thi Muhammad Nawawi. blog yang bagus banyak sis artikelnya yang bermanfaat.
alaikum salam wr wb.... sama-sama...
Subhanallah, syaikh satu ini benar2 orang hebat. walau saya baru kenal namanya disini.
Makasih infonya Mas.
Bermanfaat sekali ^^
Assalamu'alaikum ..
berkunjung siang dan dapat kisah orang hebat..
trimakasih :)
subhanallah banyak sekali buku yang sudah dikarangnya..
oia ada sesuatu buat eikil, silahkan jemput di http://rangkaiannuun1.wordpress.com/2011/06/06/banjir-awards/#more-419
pengetahuan sejarah baru..
terima kasih atas infonya...
makasih atas hadiahnya... dan makasih atas komentarnya....
Posting Komentar
silahkan komentar..... tapi tetap dengan sopan