Oleh; Abdurrohim
![]() |
PARADIGMA PENDIDIKAN GERAKAN SALAFY |
A. PENDAHULUAN
Gerakan revivalis[1]
Islam merupakan fenomena yang menarik. Gerakan kebangkitan kembali semangat
keagamaan ini telah melanda seluruh dunia[2].
Ikhwanul Muslimin, HT (Hizbut Tahrir), Salafy, merupakan segelintir gerakan
yang mewarnai dunia Islam pada paruh abad ke 19. Momentum munculnya
gerakan-gerakan revivalis tersebut terkait dengan kepercayaan umat Islam bahwa
setiap abad baru maka akan hadir seorang pembaharu (Mujaddid).
Dari sekian geraka revivalis, terdapat gerakan yang
muncul dari negeri Najd, yang memiliki semangat mengembalikan kemurnian Islam,
dengan mengajak kaum muslimin untuk kembali kepada al-Quran dan al-Hadits,
dengan kekuatan politik (Arab Saudi). Gerakan ini menarik bagi peniliti untuk
dibahas, dikarenakan pengaruhnya dibumi pertiwi sejak abad ke 19 dari Sumatera
Barat dengan ditandai pergerakan kaum Padri, mulai masuk dan menyebarkan
akidahnya sampai sekarang semakin subur. Selain itu konsistensi penyebaran mereka melalui media massa, majalah bahkan
pendidikan juga semakin menyebar.
Dari uraian diatas, maka peneliti dalam makalah ini akan
membahas sejarah singkat garakan Salafy, serta paradigma pendidikan yang
dibangunnya.
B. GERAKAN SALAFI
1. Sejarah Salafi
Kata salafi adalah sebuah bentuk penisbatan kepada
al-Salaf. Sedangkan kata al-Salaf secara bahasa berarti bermakna
orang-orang yang mendahului atau hidup sebelum kita[3].
Adapun makna terminologis kata al-Salaf adalah generasi yang dibatasi oleh
sebuah penjelasan Rasulullah saw. Dalam haditsnya :
“Sebaik-baiknya manusia, adalah manusia yang
hidup pada zamanku, kemudian yang mengikuti mereka (Tabi’in), kemudian yang
mengikuti mereka (Tabi’ Tabi’in)”[4].
Berdasarkan hadist ini, dapat disimpulkan bahwa ketiga
zaman ini, yakni sahabat, tabi’in, dan tabi’ Tabi’in termasuk orang salaf
termasuk empat pendiri Madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi’ie dan Hanbali).
Ketiga zaman ini juga dikenal dengan sebutan al-Qurun al-Mufaddhalah.
Dari uraian diatas, nampak tidak ditemukan masalah tentang
klaim Salafi. Karena pada dasarnya setiap muslim akan mengakui legalitas para
sahabat Nabi saw, dan dua generasi setelahnya sebagai generasi terbaik umat
Islam. Seorang muslim manapun, sedikit banyak memiliki kadar “ke-Salafi-an”
meskipun tidak menggembar gemborkan dirinya sebagai gerakan tertentu. Sebab
dari uraian diatas yang dimaksud Salafi adalah Islam itu sendiri[5].
Pada awalnya gerakan salafi ini sering disebut dengan
gerakan Tajdid (pembaharuan), Gerakan Ishlah (Perbaikan), dan gerakan
reformis. Gaerakan yang berusaha
menghidupkan kembali ajaran Kaum Salaf ini, bertujuan agar umat Islam kembali
kepada al-Quran dan al-Hadits[6].
Adapun Sifat gerakan ini tampak sekali dalam berbagai bidang kehidupan, baik
yang berkaitan dengan akidah, ibadah, bahkan mu’amalah. Doktrin yang menonjol
dalam gerakan ini adalah, Pintu Ijtihad tetap terbuka sepanjang masa,
pengharaman terhadap taqlid buta, perdebatan teologis, dan lain-lain[7].
Adapun orang-orang yang dianggap tokoh salafy antara lain, Ibnu Taimiyah, Ibnu
al-Qayyim al-Jauziyah, yang selanjutkan dihidupkan kembali oleh Muhammad bin
Abdul Wahhab, kemudian dialnjutkan semangat salafy ini oleh Jamaluddin
al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Rihda dan lain-lain[8].
Akan tetapi akhir-akhir ini terdapat gerakan yang
mencemari makna legalitas Salafi itu sendiri sebagai sebuah sekte yang dengan
lantang mengatasnamakan dirinya sebagai “Salafi” sedangkan yang lainnya bukan[9].
Gerakan ini dahulunya lebih dikenal dengan “Wahhabi”, yang sewaktu di
Jazirah Arab lebih dikenal dengan sebutan Wahhabiyah Hanbaliyah[10].
Seperti yang ditegaskan Ramadhan al-Buty, dalam kitabnya al-Salafy Marhalah
Mubarakah La Madzhab Islami sebagai berikut :
“Gerakan ini (Wahhabi) mengganti nama menjadi Salafiyah/
Salafi, karena merasa tidak berhasil dengan menggunakan nama wahhabi, hal ini
ditujukan agar umat Islam tidak menyangka bahwa gerakan ini dinisbatkan pada
pendirinya (Muhammad bin Abdul Wahhab), akan tetapi kepada ajaran ulama salaf”[11]
Pada awal tahun 1980-an, terjadi perkembangan dakwah yang
agak berbeda di Indonesia. Saat itu mulai berdatangan elemen-elemen pergerakan
dakwah Islam dari luar negeri ke Indonesia. Seperti gerakan dakwah yang
mengatasnamakan “Tarbiyah” (Ikhwanul Muslimin), Jamaah Tabligh (JT),
Hizbut Tahrir (HT), Jamaah Islamiyah (JI) dan lain-lain[12].
Namun salafi secara khusus mulai dipopulerkan di Indonesia pada tahun 1955
bersamaan dengan terbitnya majalah “Salafi” yang diprakarsai oleh Ja’far
Umar Abu Thalib dan kawan-kawannya.
Sejarah mencatat, bahwa Gerakan Salafi bertujuan utama
mengembalikan ajaran Islam kepada dua sumbernya yang murni, yakni al-Quran dan
Sunah, mengkikis habis termasuk pertengkaran mazhab, bid’ah, khurafat, dan
takhayyul, serta klenik, membuka pintu ijtihad dan menolak sifat membabi buta
dalam kegelapan taqlid[13].
Gerakan ini menghendaki perombakan total umat Islam yang
telah jauh menyeleweng dari ajaran Islam sebenarnya, merombak total luar dalam,
jiwa dikembalikan kemudian usaha disesuaikan dengan perkembangan zaman.
Disamping itu, terdapat pula gerakan reformasi dalam Islam yang sifatnya tidak
menolak total seperti gerakan salaf[14].
Secara garis besar, gerakan ini terbagi menjadi dua,
Salafi Haraki dan Salafi Yamani. Salafi Haraki lebih dahulu masuk ke Indonesia
yang ditengarai masuk pada awal abad ke-19 di Sumatrea Barat dengan adanya
gerakan kaum Padri. Sedangkan Salafi Yamani yang dimotori oleh ustadz Ja’far
Umar Thalib akhirnya menjadi Panglima Laskar Jihad, hadir kemudian.[15].
Pada makalah ini peneliti tidak membedakan keduanya, dalam masalah ediologi.
Karena semangat kedua salafy ini memiliki kesamaan, walapun Salafi Haraki cendrung
lebih moderat.
2. Sejarah Pendiri Salafi
Sekte Salafi ini dinisbatkan kepada Muhammad
bin Abdul Wahhab Ibnu Sulaiman al-Najdi[16]
(1115 H /1703 M- 1206 H/ 1792 M), lahir di kota Najd. Dia belajar ilmu agama
seperti bahasa Arab, al-Quran, dan hadits dari ayah dan kakeknya yang keduanya
menjadi Qadhi Madzhab Hanbali di daerah terpencil Uyaina di Najd[17].
Kemudian dia belajar di Madinah, Suriah, Irak, Kurdistan dan Persia. Kemudian
dia kembali ke Najd, untuk mengajarkan pemahaman tentang Islam yang murni. Dia
juga sempat menjadi pemimpin spiritual Dinasti Sa’ud di Daryah[18].
Pada tahun 1143 H, Muhammad bin Abdul Wahhab mulai
menampakkan dakwahnya terhadap aliran baru yang dia dirikan. Akan tetapi
gerakannya ini kandas dikarenakan halauan ayahnya sendiri dan para tokoh agama
pada masa itu. Baru pada tahun 1153 H, gerakan ini tumbuh berkembang pesat
setelah ayahnya wafat[19].
3. Pandangan Salafy tentang Pendidikan
Kata “Pendidikan” berasal dari kata “Rabba”
dengan bentuk mashdarnya “Tarbiyah”. Sementara itu pendidikan menurut
beberapa ahli di Barat, antara lain
pendapat Mortimer J. Adler yang dikutip Muzayyin[20],
mengartikan: pendidikan adalah proses dengan semua kemampuan manusia (bakat dan
kemampuan yang diperoleh) yang dapat dipengaruhi oleh pembiasaan, disempurnakan
dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik melalui sarana yang secara artistik dibuat
dan dipakai oleh siapa pun untuk membantu orang lain atu dirinya sendiri
mencapai tujuan yang ditetapkan, yaitu kebiasaan yang baik. Selain itu,
Herman H. Horne memandang pendidikan
sebagai suatu proses penyesuaian diri manusia secara timbal balik dengan alam
sekitar, dengan sesama manusia, dengan tabiat tertinggi dari kosmos. Tidak jauh
berbeda, William Mc Gucken, S.J. mendefiniskan pendidikan sebagai suatu
perkembangan dan kelengkapan dari kemampuan-kemampuan manusia baik moral,
intelektual, maupun jasmaniah yang diorganisasikan, dengan atau untuk
kepentingan individual atau sosial dan
diarahkan kepada kegiatan-kegiatan yang bersatu dengan penciptanya sebagai
tujuan akhir.
Sedangkan menurut Marimba yang dikutip Ahmad
Tafsir[21]
menyatakan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh
pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju
terbentuknya kepribadian yang utama”.
Dari beberapa definisi diatas dapat
disimpulkan bahwa pendidikan sebagai suatu proses harus mampu mengarahkan,
membimbing serta mengembangkan kemampuan dalam diri manusia menjadi suatu
kegiatan hidup yang berhubungan dengan Tuhan (Pencipta), baik kegiatan itu
bersifat pribadi maupun bersifat sosial.
Pengertian Pendidikan seperti diatas, secara
definitif belum terdapat di Zaman Rasulullah saw. Tetapi usaha dan kegiatan
yang dilakukan oleh Nabi dalam menyampaikan seruan agama dengan berdakwah,
menyampaikan ajaran, memberi contoh, melatih keterampilan berbuat, memberi
motivasi dan menciptakan lingkungan sosial yang mendukung pelaksanaan ide
pembentukan pribadi muslim itu, telah mencakup arti pendidikan dalam pengertian
yang luas[22].
Sebelum membahas tentang corak pendidikan Gerakan Salafy,
perlu diapahami tentang epistemologi Ilmu menurut Salafy. Dalam hal ini Syaikh
Muhammad bin Shlaih Ustaimin, menegaskan bahwa secara umum Ilmu terbagi menjadi
dua, Ilmu yang terpuji yaitu ilmu Syariat, dan ilmu selain syariat, yang
memiliki klasifikasi tidak terpuji dan tidak terpuji tergantung dari manfaatnya
dan madharatnya[23].
Selanjutnya, Gerakan Salafy memiliki pandangan dakwah yang memiliki corak
khusus, yang tekanannya pada pendidikan[24].
Bukan hanya pendidikan akademis, akan tetapi juga menumbuh kembangkan pribadi
muslim yang faham agamanya dan menjalankannya dengan baik[25].
Mereka membagi alur dakwahnya dalam dua hal, yaitu Tashfiyah (Penyucian)
dan Tarbiyah (Pendidikan)[26]. Tashfiyah
artinya menyucikan diri dari perkara yang Syubhat dan berbau bid’ah. Sedangkan
Tarbiyah adalah Proses mendidik dan Pengajaran. Dengan kedua elemen ini,
diharapkan dapat mencetak generasi (peserta didik) yang Islami, yang memiliki
implikasi tegaknya syariah Islam dan akan membentuk Daulah Islamiyah[27].
Tarbiyah
|
Tashfiyah
|
Generasi Islami
|
Tegaknya Syariat Islam
|
Daulah Islamiyah
|
Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa, Gerakan
Salafi memiliki visi mencetak generasi yang Islami, dengan misi pendidikan yang
langsung merujuk kepada al-Quran dan Hadits, bersih dari sifat sybuhat, bid’ah,
khurafat dan lain sebagainya.
Sementara itu, Ilmu pengetahuan terbagi menjadi dua, Ilmu
Syar’i dan bukan Ilmu Syar’i. Ilmu Syari
dengan hukum Wajib Kifayah Adapun Ilmu bukan Syari, memiliki hukum
bermacam-macam, antara lain Wajib Kifayah, Mubah bahkan Haram[28].
ILMU
|
Wajib ‘Ain : Ilmu Syar’i
|
Wajib Kifayah: Selain Syar’i
|
Al-Quran,
Hadits, Tauhid (Rukun Iman), Syariat (Rukun Islam)
|
Mubah, Sunnah, Haram
|
a. Tugas Pengajar
1)
Mengucapkan
salam. Seorang pengajar apabila masuk kelas harus mengatakan assalammu’alaikum
2)
Termasuk kewajiban seorang pengajar
hendaknya mengajarkan kepada muridnya untuk meminta pertolongan kepada kepada Allah swt.
3)
Seorang
pengajar hendaknya memperingatkan muridnya dari ke syirikan yaitu memalingkan
peribadahan kepada selain Allah
4)
Pengajar harus mengajarkan shalat
kepada para muridnya di sekolah, dan membawa mereka ke masjid untuk shalat
berjamaah, mengajarkan adab-adabnya, memulai pelajaran mereka dengan wudhu dan
shalat mulai usia tujuh tahun
5)
Wajib atas pengajar untuk
mengajarkan tawakkal kepada Allah swt.
6)
Demikian pula seorang pengajar harus
menanamkan ruh pengorbanan dan jihad di jalan Allah melawan musuh-musuh Islam
dari kalangan orang – orang kafir, Yahudi, maupun atheis
7)
Kemudian pengajar harus berbuat
qona’ah ( rasa kecukupan) terhadap para pelajar bahwasanya Arab adalah kaum
yang telah Allah muliakan dengan Islam. Tidaklah pertolongan untuk mengalahkan
orang – orang kafir kecuali dengan kembali kepada berhukum dengan kitabullah
dan sunnah Nabinya dalam kehidupan kita.
8)
Seorang guru harus mengingatkan
pelajarnya akan asas-asas yang menghancurkan seperti : Komunis, atheis,
freemansory, sosialisme, marxisme, dan sukulerisme yang tidak beragama. Dan
memperingatkan dari nasionalisme yang mendahulukan non muslim Arab atas muslim
bukan Arab[29].
b. Murid/ Peserta Didik dan Metode Pengajarannya
Dalam makalan ini peneliti menyamakan antara Dakwah dan
pengajaran, dikarenakan keduanya memiliki kemiripan[30].
Jika dakwah memiliki arti mengajak, maka semangat dakwah juga terdapat dalam
pengajaran, karena pengajaran dapat diartikan mengajak kepada kebaikan. Khusus
untuk Penuntut Ilmu (Murid), Gerakan salafy memberikan beberapa adab/ etika,
antara lain: Ikhlash niat semata-mata untuk Allah, usaha menghilangkan
kebodohan dari dirinya dan orang lain, membela syariat, berlapang dada dalam
masalah khilafiyah dan lain sebagainya[31].
Gerakan salafy membagi beberapa metode tergantung peserta
didik, yaitu metode Hikmah, Mau’zdah, Mujadalah, Jihad,
Ta’lif, Hajr, Amar Ma’ruf Nahi Munkar.
1)
Hikmah
Hikmah disini, mengiktui pemahaman Ibnu Taimiyah yang “Berarti
mengetahuai suatu kebenaran, kemudian mengatakan dan melaksanakannya”. Selain
Itu diperkuat dengan pendapat Abdul Aziz bin Baz, “Hikmah adalah dalil-dalil
yang gamblang dan jelas serta mampu menyingkap tabir yang menutupi suatu
kebatilan” metode hikmah ini ditujukan kepada orang jahil (bodoh) dan
jika diberi keterangan dia akan menerimanya[32].
2)
Mau’izdah (Nasehat)
Mau’idzah adalah nasehat, peringatan terhadap
akibat-akibat, dan mengingatkan seseorang (peserta didik) dengan sesuatu yang
dapat melunakkan hatinya tentang pahala dan siksa. Metode ini diberikan kepada
seseorang (Peserta Didik), yang sudah mengetahuai kebenaran, namun dia enggan
mengamalakan dikarenakan kelalaiannya[33].
3)
Mujadalah (beradu argumentasi)
Mujadalah berarti berdialog dan berdiskusi demi
mendapatkan kebenaran dan membanah kebatilan. Orang (peserta didik) yang dituju
dalam metode ini adalah seseorang yang sudah memiliki hujjah yang diyakini
kebenarannya namun sebenarnya batil[34].
4)
Jihad
Metode Jihad yang dimaksudkan dalam metode ini selain
perang secara fisik. Yang dimaksdkan juga menjelaskan kebenaran, mendakwahi
seseorang (Peserta Didik) menuju kepada kebenaran tersebut, serta membantah
dalil-dalil ahli bid’ah yang menyebarkan racun bid’ah diantara manusia[35].
5)
Ta’lif (Melunakkan Hati)
Merupakan metode untuk menarik (seseorang) untuk
mengikuti ajaran yang disampaikan dengan cara lemah lembut. Hanya saja gerakan
salafi ini membatasi “Ta’lif” hanya pada jalan yang benar. Adapun untuk
sesuatu yang haram, maka metode ta’if tetap tidak diperbolehkan, karena hal ini
bukan ajaran yang benar dan tidak dalam payung Salaf Shalih. Metode ini
tidak memiliki objek secara khusus, namun metode ini digunakan oleh seorang
pendidik sewaktu-waktu[36].
6)
Hajr (Mengucilkan)
Hajr, merupakan metode yang disyari’atkan Islam
(Masyru’), untuk mencegah kemunkaran sekaligus mendidik. dalam hal Ibnu
Taimiyah berkata “ Jika terdapat orang
yang melakukan bid’ah, maka hendaknya ditinggalkan, sampai dia bertaubat. Salah
satu gambarannya adalah dengan tidak menshalati jenazahnya. Dengan cara itu,
maka orang lain akan merasa takut unutk meniru jalannya, apalagi mengajak untuk
melakukannya”[37].
c. Potret Lembaga Pendidikan Salafy
Pendidikan Pondok Pesantren Nashrus Sunnah[38]
Program Madrasah Salafiyah Ula (Setingkat SD)
Tujuan Pendidikan
1) Membentuk Generasi Muslim yang bertaqwa kepada
Alloh Subhanahu Wa Ta’ala, berakhlak mulia dan berilmu pengetahuan.
2) Meningkatkan kualitas ilmu, iman, ibadah dan
amal sholih yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah yang shohihah, berdasarkan
pemahaman Salafush Sholih, dengan tanpa mengabaikan ilmu-ilmu umum pendukung
lainnya.
3) Meningkatkan taraf hidup umat untuk mewujudkan
masyarakat madani yang adil, makmur, merata, sejahtera dan berperadaban.
4) Melaksanakan Dakwah Islamiyah dengan penuh
hikmah secara menyeluruh dan mempererat ukhuwah Islamiyah.
TARGET PENDIDIKAN MADRASAH SALAFIYAH ULA :
1)
Mengetahui Dinul Islam dengan benar sesuai dengan pemahaman salafush
sholih.
2)
Beraqidah dan beramal secara benar serta berakhlak karimah.
3)
Hafal beberapa Juz Al-Qur’an.
4)
Hafal hadits-hadits Nabi.
5)
Mengetahui dasar-dasar ilmu syar’i secara baik.
6)
Mengetahui dasar-dasar Bahasa Arab.
7)
Mengenal ilmu umum pendukung.
8)
C. KESIMPULAN
Dari uraian diatas dapat disimpulkan beberapa point
penting mengenai gerakan salafy, antara lain :
1.
Salafy merupakan selain gerakan revitalis, yang menghidupkan kembali
pemahaman Ibnu Taymiyah.
2.
Kemunculannya di Dunia Islam, serta pengaruhnya di Indonesia pada abad ke
19, sedikit banyak menjadi inspirasi bagi organisasi-organisasi lain.
3.
Pemahaman ajarannya dibangun atas pemurnian agama, dan menghimbau umat
Islam untuk kembali kepada kemurnian al-Quran dan Hadits. Mengentaskan bid’ah,
khurafat, dan lain sebagainya.
4.
Pendidikan yang berdiri atas “Manhaj Salafus Shaleh” (tiga generasi
awal), memiliki implikasi pada klasifikasi Ilmu Pengetahuan mereka.
5.
Metode dakwah dan pengajaran mereka melalui beberapa tahap tergantung objek
dakwah (Peserta Didik)
Daftar Pustaka
al-Buthy, Ramadhan “al-Salafy Marhalah Mubarakah La
Madzhab Islamy” 1988. Cet. II. (Syiria; Daru al-Fikr)
al Bary, Puis A Partanto & M. Dahlan. 1994 “Kamus Ilmiah Populer“(Surabaya
:Arkola)
al-Bani, Nasiruddin. “Tashfiyah Wa Tarbiyah; Jalan
Menuju Pemurnian dan Penanaman Aqidah” Penj. Abu Abdil Aziz. 2002 (Jakarta;
Pustaka At-Tauhid)
al-Bukhari, Abu Abdillah Muhammad Bin Ismail.
“al-Jami’u al-Shahih“. Juz. III. 1400 H (Mesir : al-Mathba’ah
al-Salafiyah wa Maktabatuha)
Arifin, Muzayyin,“Filsafat Pendidikan Islam” 2009
(Jakarta; PT Bumi Aksara)
Asseggaf, Hasan bin Ali. “al-Salafiyah al-Wahhabiyah,
Afkaraha al-Asasiyyah wa Jadzwaraha al-Tarikhiyyah” tt. (Bairut;
Daru al-Imam al-Rawwas)
as-Suhaimi, Fawwas bin Hulail bin Rabah “Usus Manhaj
As-Salaf Fid Da’wah Ilallah” Penj. Abu Zuhair. 2007 (Jakarta; Griya Ilmu).
Dewan Editor Ensiklopedi. “Ensiklopedi Tematis Dunia
Islam” Cet. IV. Jild.6 2005 ( Jakarta; PT Backtiar Baru Van Hoeve)
Dewan
Redaksi Ensiklopedi Islam , Ensiklopedi
Islam ,
cet. Ke-6 , 1997 (jakarta; PT Ikrar Mandiriabadi)
Husain, Mir Zohair.“ Global Islamic Politics” 1993
(United State of America; HarperCollins Publisher)
Idahram, Syaikh. “Mereka Memalsukan Kitab-kitan Karya
Ulama Klasik” 2011 (Yogyakarta;
Pustaka Pesantren)
______________. “Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi”
2011 (Yogyakarta; LkiS Group)
______________”Ulama Sejagat Menggugat Salafi Wahabi”
2011. Cet. III (Yogyakarta; Pustaka Pesantren)
Karim, Abdul. “Sejarah pemikiran dan Peradaban Islam”
(Yogyakarta; Pustaka Book Publisher)
Maunah, Binti “Perbandingan Pendidikan Islam” Cet
I. 2011 (Yogyakarta; Teras)
Rahmat, M. Imdadun. “Arus Baru Islam Radikal;
Transmisi Revivalisme Islam Timur Tengah Ke-Indonesia” 2005 (Jakarta;
Erlangga)
Sudiyono “Ilmu Pendidikan Islam” 2009 (Jakarta; PT
Rineka Cipta)
Tafsir, Ahmad. “Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif
Islam”. 2005 (Bandung; PT Remaja Rosdakarya Ofset)
Ustaimin, Muhammad bin Shalih. “Tuntunan Ulama Salaf
dalam Menuntut Ilmu Syar’i” Penj. Abu Abdillah. 2006 (Pekalongan; Pustaka
Sumayyah)
[1] Pelaku/ anggota/ pendukung/ penggerak
revivalisme, revivalisme; gerakan untuk membangkitkan atau menghidupkan kembali
perasaan kegamaan yang kukuh. Lihat Puis A Partanto & M. Dahlan al
Bary. 1994 “Kamus Ilmiah populer
“(Surabaya :Arkola) 678
[2] M. Imdadun Rahmat “Arus Baru Islam Radikal;
Transmisi Revivalisme Islam Timur Tengah Ke-Indonesia” 2005 (Jakarta;
Erlangga). vi
[4] al-Bukhari, Abu Abdillah Muhammad Bin Ismail.
“al-Jami’u al-Shahih“. Juz. III. 1400 H (Mesir : al-Mathba’ah
al-Salafiyah wa Maktabatuha). 6
[5] Syaikh Idahram “Mereka Memalsukan Kitab-kitan
Karya Ulama Klasik” 2011 (Yogyakarta;
Pustaka Pesantren). 30
[6] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam , Ensiklopedi Islam , cet. Ke-6 , 1997 (jakarta; PT Ikrar
Mandiriabadi). 203
[9] Syaikh Idahram ”Ulama Sejagat Menggugat
Salafi Wahabi” 2011. Cet. III (Yogyakarta; Pustaka Pesantren) 36
[11] Ramadhan al-Buthy “al-Salafy Marhalah
Mubarakah La Madzhab Islamy” 1988. Cet. II. (Syiria; Daru al-Fikr). 236
[12] Syaikh
Idahram “Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi” Op.Cit. . 29
[16] Tokoh pendiri gerakan yang mengaku mengikuti
Ibnu Taimiyah, Lihat Hasan bin Ali Asseggaf “al-Salafiyah al-Wahhabiyah,
Afkaraha al-Asasiyyah wa Jadzwaraha al-Tarikhiyyah” tt. (Bairut; Daru
al-Imam al-Rawwas) 19
[17] Mir Zohair Husain “ Global Islamic Politics”
1993(United State of America; HarperCollins Publisher) 46
[18] Dewan Editor Ensiklopedi. “Ensiklopedi
Tematis Dunia Islam” Jild.6 2005 ( Jakarta; PT Backtiar Baru Van Hoeve). 42
[21]DR. Ahmad
Tafsir, “Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam”. 2005 (Bandung; PT
Remaja Rosdakarya Ofset) 24
[23] Muhammad bin Shalih Ustaimin “Tuntunan Ulama
Salaf dalam Menuntut Ilmu Syar’i” Penj. Abu Abdillah. 2006 (Pekalongan; Pustaka
Sumayyah). 5
[24] Terdapat dua inti ajaran Salafi Wahabi Pertama;
kembali kepada ajaran agama yang asli dan murni. Kedua: meluruskan
Tauhid. Lihat; Binti Maunah “Perbandingan Pendidikan Islam” Cet I. 2011
(Yogyakarta; Teras). 217
[25] M. Imdadun Rahmat “Arus Baru Islam Radikal;
Transmisi Revivalisme Islam Timur Tengah . . .Op.Cit.68
[26] http://www.salafy.or.id/metode-dakwah-salafiyyah-tashfiyah-dan-tarbiyah/ (diakses
pada minggu, 18-11-2012, Pukul: 19:19)
[27] Nasiruddin al-Bani “Tashfiyah Wa Tarbiyah;
Jalan Menuju Pemurnian dan Penanaman Aqidah” Penj. Abu Abdil Aziz. 2002
(Jakarta; Pustaka At-Tauhid) 47-48
[28]
http://tashfiyah.net/2010/11/menuntut-ilmu-syariat/ (diakses pada senin;
19-11-2012. Pukul; 07:12)
[30] http://www.salafy.or.id/pengenalan-atas-dakwah-salafiyyah-bagian-i/ (diakses
pada : 19-11-2012. Pukul 16:48)
[32] Fawwas bin Hulail bin rabah as-Suhaimi “Usus
Manhaj As-Salaf Fid Da’wah Ilallah” Penj. Abu Zuhair. 2007 (Jakarta; Griya
Ilmu).182
[38] http://an-najiyahmadiun.blogspot.com/2009/04/segala-puji-bagi-alloh-kami-memuji-nya.html. (diakses
pada Senin: 19-11-2012. Jam; 22:23)
0 komentar:
Posting Komentar
silahkan komentar..... tapi tetap dengan sopan